Dengan Hanya KLIK anda dapat uang dari INET.. Wuuiihh Gimana Cara nya.. KLIK Aje.. :D

Selasa, 22 September 2015

Fwd : 23 Sept 2015 : SERVICE EXCELLENCE TIDAK ADIL?

SERVICE EXCELLENCE TIDAK ADIL?

Hai rekan kereeeen, apa kabar? Bagaimana dengan service experience yang anda dapatkan akhir-akhir ini, saat anda mendapatkan pelayanan dari para frontliners dimana anda bertransaksi?

Sebagai Customer bagaimana perasaan anda jika anda dilayani berbeda? Marah? Kecewa? Komplain? Atau bahkan anda pindah ke Perusahaan lain?

Buat saya Service Excellence itu tidak adil, percaya ngga? Mau bukti?

Saat anda berada di bandara dan melihat counter check in, apakah pelanggan kelas bisnis atau bahkan first class sama dengan pelanggan kelas ekonomi? Mulai dari counter check in, tempat duduk sampai dengan penanganan bagasi sangat berbeda antara kelas bisnis dan ekonomi, benar?

Mari kita lihat layanan di perbankan, apakah nasabah reguler perlakukuannya sama dengan nasabah di kelas priority banking? Betapa nyamannya nasabah yang dilayani dipriority banking. Mereka dilayani ditempat yang jauh lebih nyaman dan dengan fasilitas yang jauh lebih banyak. Bahkan saat inipun nasabah priority banking di beberapa bank-pun dibagi lagi menjadi beberapa tingkatan.

Bagaimana dengan hotel? Jika anda menginap di kamar superior maka anda akan mendapatkan fasilitas dan layanan yang berbeda dengan mereka yang menginap di kamar presidential suite. Terbukti, service excellence itu amat sangat tidak adil.

Rekan-rekan kereeeeen, Service Excellence itu harus “tidak adil”. Yup, anda tidak salah membaca, saya mau sampaikan sekali lagi Service Excellence itu harus “tidak adil”. Jika anda adalah pelaku bisnis dan service provider, maka rekan-rekan kereeen, anda harus memastikan “ketidakadilan” ini berlaku.

“Ketidakadilan” ini adalah strategi service anda untuk memastikan customer kakap senang berenang di dalam kolam bisnis anda. “ketidakadilan” ini juga adalah umpan anda untuk mengundang lebih banyak lagi customer kakap datang. Bukankah tidak mungkin anda merawat kakap di akuarium ikan cupang? 

“Ketidakadilan” ini sering dikenal dengan istilah segmentasi pelanggan atau bahasa kerennya Customer Segmentation. Setiap segmen customer dianalisis dan dihitung seberapa kontribusinya terhadap keuntungan perusahaan. Value per Customer dihitung dengan jelas, bahkan lewat analisis ini perusahaan dapat menentukan strategi rekrutmen customer sebagai bonus. Misalnya jika value per customer lebih besar dari biaya akuisisi maka rekrutmen new customer dapat dijalankan, sedangakan apabila ternyata value customer lebih rendah dari biaya akuisisi maka perusahaan dapat menghentikan sementara rekrut new customer dan fokus pada peningkatan value per customer lewat kegiatan up selling.

Anda akan mendapatkan bonus tersebut apabila anda mulai memberlakukan “ketidakadilan” ini disamping anda juga akan mampu memberikan layanan prima yang sesuai dengan level segmentasi dari customer anda.
 
sumber : kutipan dari komunitas Secindo,
 
kami akan share kembali informasi terbaik yang kami miliki.

Selasa, 15 September 2015

A N G E L & D E M O N

A N G E L  &  D E M O N

Dalam diri setiap manusia ada sisi baik dan sisi buruk. Setiap tindakan adalah pilihan atas sisi baik atau buruk. Jika memilih sisi baik maka tindakannya adalah kebaikan, demikian pula sebaliknya.
Dalam psikoanalisis Sigmund Freud mengajukan model stuktural jiwa yang terdiri atas ego, id, dan super-ego. Id adalah kecenderungan naluriah yang tidak terkoordinasi. Dalam bahasa sehari-hari id merupakan kecenderungan naluriah yang semaunya, sulit di atur, cenderung liar. Id bertindak sesuai dengan prinsip kesenangan. Super-ego bekerja bertolak belakang dengan id. Super-ego berjuang untuk bersikap sesuai dengan norma-norma sosial. Super-ego mengontrol akal kita atas benar atau salah. Berbeda dengan id, ego terkoordinasi. Ego bertindak sesuai dengan prinsip realita. Id dan ego dapat dianalogikan sebagai kuda dan penunggangnya. Ego mengendalikan id. Ego-lah yang memutuskan akan mengikuti id atau super-ego. Jika ego mengikuti kecenderungan naluriah id, maka tindakan kita cenderung mengikuti kesenangan semata. Sebaliknya jika ego memihak super-ego maka tindakan kita akan menaati norma-norma yang berlaku dalam masyarakat.
Dalam keyakinan agama kita mengenal setan (demon) dan malaikat (angel). Setan akan membujuk manusia untuk melakukan hal-hal yang tidak baik. Sedangkan malaikat adalah penolong manusia, yang mengingatkan manusia untuk melakukan hal-hal yang baik. Dalam konteks Sang Pemenang, kami menggunakan istilah A.N.G.E.L., yang akan mengarahkan Sang Pemenang untuk terus bergerak maju menyusuri rute jalan kesuksesan. Sedangkan D.E.M.O.N. adalah hal-hal yang negatif, yang tidak mendukung kesuksesan bagi Sang Pemenang.

A.N.G.E.L.
A.N.G.E.L. adalah singkatan untuk alertness, no-compromise, generousity, enthusiasm, dan loyalty.
Alertness. Alertness adalah kesadaran atau sensitivitas atas apa yang terjadi di sekitar sehingga kita dapat mengenali kesempatan yang muncul dan mengambil langkah yang tepat dalam merespon kesempatan tersebut.
Ada banyak kesempatan yang muncul di hadapan kita. Sebagian orang dapat menyadari, mengambil, dan memanfaatkan kesempatan itu. Namun, lebih banyak lagi yang tidak dapat menyadari, melihat atau pun memanfaatkan kesempatan tersebut. Mereka yang tidak dapat memanfaatkan kesempatan yang muncul disebabkan oleh dua hal, yaitu tidak sigap dan tidak siap.
Tidak sigap adalah kondisi di mana kesempatan itu muncul tapi orang itu tidak menyadarinya sehingga kesempatan lewat di depan hidungnya dan berlalu begitu saja. Sedangkan tidak siap adalah kondisi di mana seseorang sadar bahwa di depannya ada suatu kesempatan, namun karena dia tidak siap untuk mengambil dan memanfaatkannya maka dia membiarkan kesempatan itu berlalu begitu saja.
Jika kita mempelajari mereka yang sukses seringkali bermula dari suatu kesempatan.     
Orang umumnya menyebut kesempatan itu sebagai keberuntungan (luck) atau hoki. Namun, kami lebih suka menyebutnya tindakan yang tepat pada waktu yang tepat. Keberuntungan adalah bertemunya usaha aktif kita dengan kesempatan. Menyebut kesempatan yang secara tepat dimanfaatkan oleh seseorang menjadi suatu kesuksesan sebagai suatu keberuntungan mengandung pengertian pasif, yaitu “menerima begitu saja tanpa perlu berusaha”. Dengan perspektif seperti itu Anda cenderung hanya menunggu dan menunggu. Padahal, mencapai kesuksesan itu memerlukan suatu tindakan aktif.
Agar kita sigap dalam merespon kesempatan kita perlu memiliki kemampuan beradaptasi dan menaruh perhatian (attentiveness) pada hal-hal kecil. Sikap keterbukaan dalam diri kita diperlukan untuk menerima berbagai perubahan yang terjadi di dunia dan juga disekitar kita. Keterbukaan ini memberikan kemudahan bagi diri kita untuk mengerti perubahan yang terjadi di sekitar dan memanfaatkannya untuk meraih sukses. Menaruh perhatian pada hal-hal yang terjadi di sekeliling akan membantu kita mengenali kesempatan-kesempatan yang muncul. Untuk menjadi attentive, diperlukan kemampuan untuk mengosongkan hal-hal lain dalam pikiran dan memberikan ruang bagi hal-hal baru atau orang-orang baru yang kita temui.
                Kita dapat mencapai kondisi siap ketika kesempatan itu muncul jika kita terus menerus berusaha meningkatkan kemampuan kita dalam hal tertentu yang menjadi fokus kita, menyadari kelemahan yang ada pada diri kita dan mengambil tindakan yang cepat untuk memperbaikinya.

No-compromise. No compromise adalah sebuah pilihan dalam hidup, demikian juga compromise. Diperlukan waktu dan proses yang panjang agar seseorang terlatih bersikap  tanpa kompromi untuk menjadi Sang Pemenang. Tanpa kompromi berarti melakukan apa pun yang diperlukan untuk mencapai garis finish, terus menerus berusaha mengatasi setiap kesulitan, tantangan, dan bentuk-bentuk lain kesengsaraan dan mencapai kondisi yang lebih baik dari sebelumnya.

Menjadi seorang yang tanpa kompromi memerlukan perhatian dan komitmen yang tinggi setiap saat. Pemimpin-pemimpin yang tanpa kompromi dapat dilihat dari pencapaiannya, misalnya target penjualan yang selalu terlampaui, pengurangan biaya operasional perusahaan, konsistensi dalam menjalankan kebijakan perusahaan, kepuasan pelanggan dan karyawan yang tinggi, dan tentunya juga laba perusahaan yang selalu baik.
               Mereka ini biasanya adalah orang-orang yang fokus dan tajam, tahu langkah-langkah apa yang harus diambil untuk mencapai tujuan dan juga mengambil langkah atau tindakan tersebut, penuh percaya diri dan perhatian yang luar biasa terhadap hal-hal detil. Orang-orang yang tanpa kompromi terlihat sangat action oriented dan mencapai apa yang ditargetkan secara efisien. Sikap tanpa kompromi dapat menjadi budaya yang sangat baik dan akan menuntun pada kesukesan.
Konsistensi dalam menerapkan sikap tanpa kompromi adalah hal yang krusial. Kita cenderung berkompromi dengan berbagai alasan yang dicari-cari. Laporan dikirim melewati deadline yang ditentukan dengan berbagai alasan, menerima telepon pribadi saat pelanggan membutuhkan bantuan, target tidak dicapai dengan berbagai alasan kondisi pasar dan konsumen, terlambat menghadiri pertemuan yang disepakati tanpa memberikan informasi adalah berbagai contoh sederhana bagaimana orang cenderung berkompromi dalam hidup mereka sehari-hari.
Generosity. Generosity adalah sikap positif untuk selalu berbagi. Berbagi ilmu, berbagi apa yang dimiliki kepada orang lain yang memerlukannya, agar orang lain dapat menjalankan kehidupan yang lebih baik.
Sikap generosity mungkin tidak mudah diaplikasikan karena sikap egoistik untuk mengumpulkan semua hal hanya untuk diri sendiri. Kompetisi yang ketat, membuat banyak orang ketakutan bila berbagi terlalu banyak ilmu dan pengalaman kepada orang lain. Ada ketakutan orang lain akan lebih hebat dari dirinya. Sikap ini sangat kental kita lihat dalam lingkungan sekitar kita. Kebanyakan orang tidak merasa bahagia bila orang lain atau sahabat mereka meraih sukses yang lebih besar dari diri kita sendiri. Hal ini menyebabkan orang bersikap tertutup.
Di tempat kerja Anda mungkin menemukan seorang atasan yang kikir dalam membagikan ilmu nya, bahkan kepada bawahan sendiri. Orang tersebut ingin atasannya melihat bahwa eksistensi dirinya begitu penting bagi perusahaan. Tanpa dia perusahaan akan kesulitan, karena semua bawahannya selalu bergantung pada dia. Namun, biasanya kita akan melihat orang tersebut akan stagnan pada posisinya. Mengapa? Karena justru karena tidak ada bawahan yang mampu menggantikannya maka dia harus terus di posisi terakhirnya itu. Sesungguhnya, kesuksesan seorang pemimpin adalah jika dapat mencetak pemimpin-pemimpin seperti dia atau bahkan lebih baik dari dia sendiri.
Namun, tidak sedikit juga kita melihat sikap generosity yang demikian luar biasa dari sedikit orang-orang disekitar kita. Uang bukanlah hal utama untuk kebahagiaan dan kesuksesan dalam hidup. Mereka mengorbankan uang, waktu dan tenaga untuk membantu sesama mendapatkan kesempatan untuk hidup yang lebih baik.
Generosity juga termasuk sikap yang terbuka untuk memberikan waktu menjadi mentor bagi karyawan agar dapat meraih prestasi yang lebih baik dalam pekerjaan mereka, memberikan pujian bagi mereka yang meraih prestasi atau melakukan pekerjaan dengan baik, berbagi informasi yang diperlukan oleh rekan-rekan kerja atau pimpinan agar dapat mengambil keputusan dan melakukan perencanaan secara lebih baik lagi. Sikap terbuka untuk selalu berbagi biasanya akan berakhir dengan imbalan kebahagiaan yang luar biasa bagi diri sendiri. Jika kita ingin memanen kebaikan maka yang harus kita tabur adalah kebaikan. Jika kita ingin memanen kebahagian maka taburlah kebahagiaan kepada banyak orang. Dan kebaikan atau kebahagiaan yang ditabur akan kembali kepada kita dalam jumlah yang berlipat-lipat.

Enthusiasm. Enthusiasm berasal dari bahasa Yunani, yakni enthousiasmos. Kata enthousiasmos ini adalah kata sifat dari kata entheos, yang berarti “memiliki Tuhan di dalam”. Sejak diadaptasi menjadi bahasa Inggris (enthusiasm) atau bahasa Indonesia (antusiasme) kata ini tidak dikaitkan dengan agama atau keyakinan. Bahkan dalam sehari-hari enthusiasm atau antusiasme sering diartikan “mempunyai minat atau kesenangan terhadap sesuatu, kegairahan yang kuat terhadap salah satu sebab atau subyek”. Bisa disimpulkan dalam perasaan tergugah, bergairah oleh karena memiliki semangat Tuhan di dalam diri kita, maka seseorang memiliki energi dan motivasi yang penuh. Itulah modal dasar sebuah antusiasme.
Antusiasme sangat penting untuk menjadi sukses dan pemenang. Antusiasme memberikan enerji, kekuatan, semangat yang luar biasa untuk meraih kesuksesan dalam apa pun yang ingin dicapai dalam hidup. Antusiasme sangat diperlukan bila kita ingin meraih sebuah mimpi, mencapai tujuan dan target yang kita inginkan, meraih kehidupan yang sukses dan bahagia. Kita boleh memiliki ilmu, keahlian atau intelektualitas yang sama, namun yang menentukan seseorang menjadi Sang Pemenang atau Sang Pecundang adalah antusiasmenya.
Antusiasme bagaikan sebuah magnet. Ia mampu menarik kita ke tujuan yang ingin kita capai dan menciptakan kondisi yang positif yang memungkinkan kita menjadi seorang pemenang. Bila kita memiliki antusiasme, maka orang-orang di sekitar pun dapat merasakan enerji yang positif dan dengan mudah mereka akan memberikan dukungan terhadap upaya dan langkah-langkah kita. Sikap ini memberikan kondisi yang positif dan kemudahan untuk meraih tujuan yang ingin kita capai. Antusiasme menjadi bagian dari emotional intelligence yang sangat penting untuk bagi kita untuk menjadi Sang Pemenang.
Seseorang akan memiliki antusiasme yang tinggi jika ada sesuatu yang patut diperjuangkan, yaitu mimpinya. Mimpi akan menjadi sumber energi yang menyulut antusiasme. Selain itu antusiasme juga akan muncul jika seseorang mengerjakan apa yang dicintainya (do what you love) atau melakukan apa yang menjadi passion-nya.
Loyalty. Loyalty adalah sikap dasar yang sangat penting untuk membangun fondasi yang kuat menjadi Sang Pemenang. Sikap setia yang paling utama adalah setia pada diri sendiri, setia pada nilai-nilai hidup yang dijunjung sebagai bentuk respek terhadap diri sendiri.
Setia pada diri sendiri berarti nyaman terhadap kekuatan dan kelemahan diri.  Dalam hidup kita tidak lepas dari nilai-nilai yang kita yakini. Nilai kebaikan, integritas diri, konsistensi dalam tindakan dan perkataan, memegang teguh komitmen, kejujuran, fairness atau keadilan dalam membuat keputusan merupakan sikap pribadi yang harus selalu dijunjung setiap saat. Untuk mampu menjunjung nilai-nilai ini, loyalitas terhadap diri sendiri sangat diperlukan.
Kita tak akan mampu setia pada orang lain, bila kita tidak setia pada diri sendiri. Kesetiaan melahirkan kepercayaan orang lain kepada kita. Setia pada orang-orang terdekat dan yang kita sayangi, setia pada karyawan dan staff, setia pada pekerjaan, setia pada pimpinan, setia pada komitmen yang telah dibuat akan melahirkan rasa percaya yang tulus. Menumbuhkan rasa percaya dari orang-orang disekitar kita sangat penting karena rasa percaya mampu menggerakkan orang untuk mengambil tindakan yang mendukung kita untuk meraih kesuksesan yang kita dambakan.
Kesetiaan lahir dari suatu keyakinan. Keyakinan bahwa apa yang kita kerjakan adalah sesuatu yang bermanfaat. Bermanfaat bagi diri sendiri, bagi keluarga, bagi orang tua, dan bagi lingkungan sekitar kita. Dan semua itu dilakukan melalui pencapaian mimpi kita, visi hidup kita, tujuan hidup kita, dan misi hidup kita di dunia ini.

D.E.M.O.N.
D.E.M.O.N. adalah singkatan untuk dependent, egotism, malevolent, obsolescent, dan narcissistic.

Dependent. Sifat dependent adalah sifat seseorang yang selalu bergantung pada orang lain, tidak punya inisiatif.
Ketika seseorang selalu bergantung kepada orang lain maka sesungguhnya orang itu telah menyerahkan kendali atas dirinya kepada orang lain. Sifat dependent adalah refleksi rasa tidak percaya kepada diri sendiri. Penyebab seseorang tidak memiliki rasa percaya diri adalah karena merasa tidak punya kemampuan, tidak mau mengambil resiko, dan kemalasan untuk meningkatkan kemampuannya.
                Sesungguhnya mereka yang dependent tidak benar-benar tidak memiliki kemampuan. Sesungguhnya mereka bukan tidak mampu tetapi tidak mau. Tidak mau mengubah situasi ketidakmampuannya. Mereka tidak mampu mengalahkan dirinya sendiri, rasa malas untuk meningkatkan kemampuannya. Mereka tidak mau mengambil resiko karena takut atas resiko buruk yang mungkin terjadi.

Egotism. Egotism adalah sifat mereka yang hanya memikirkan dirinya sendiri. Bahkan untuk mencapai kesuksesan dia akan menghalalkan segala cara. Dia hanya hidup dalam dirinya sendiri, tidak peduli dengan orang lain.
Orang seperti ini jika sukses akan lebih banyak menimbulkan masalah bagi orang lain. Kesuksesan orang seperti ini tidak akan bertahan lama, karena pada dasarnya kesuksesan Sang Pemenang tidak terlepas dari dukungan orang-orang di sekitar kehidupannya. Coba sebutkan satu saja orang yang sukses karena upaya dirinya sendiri. Baik langsung atau tidak langsung pasti ada orang lain yang mendukung kesuksesan seseorang. Egotism adalah cerminan mereka yang memiliki emotional intelligence yang rendah.

Malevolent. Malevolent adalah suatu sifat seseorang yang senang membuat orang lain susah. Orang ini punya karakter yang tidak baik, suka menjelek-jelekkan orang lain, mencapai kesuksesan dengan menjatuhkan orang lain. Kesuksesan orang seperti itu juga tidak akan bertahan lama.
                Mungkin di tempat kerja Anda menemukan seorang malevolent. Pada awalnya Anda melihat karir orang tersebut bergerak cepat ke atas. Namun, pada suatu titik Anda melihat karirnya kemudian menjadi stagnan. Mengapa? Karena pada akhirnya atasannya tahu sifat orang tersebut. Ketika kita menunjuk orang lain, ingatlah bahwa ke empat jari kita yang lain menunjuk ke arah diri kita sendiri. Kesuksesan yang dapat bertahan (sustainable) tidak dibangun di atas kesusahan/kejatuhan orang lain.  

Obsolescent. Seringkali kita melihat orang-orang yang berpikir kuno, menolak kemajuan jaman (teknologi, perubahan dalam masyarakat), yang sudah puas dengan kemampuannya dan tidak mau secara kontinyu meningkatkan kemampuannya. Itulah mereka yang memiliki sifat obsolescent. Orang semacam itu cepat atau lambat akan “membusuk”, mengalami atrofi (berhentinya pertumbuhan). Kemampuannya menjadi obsolete tergerus kemajuan.
                Obsolescent biasanya terjadi pada orang-orang berwawasan sempit, yang disebut narrow-minded. Orang yang tidak siap dengan perubahan jaman sehingga hidup di dalam jamannya. Sesungguhnya kemajuan jaman tidak perlu disikapi sebagai seorang musuh. Kemajuan jaman justru perlu disikapi secara terbuka, sehingga kita dapat memanfaatkan kemajuan jaman itu untuk meningkatkan kemampuan kita. Dan sesungguhnya ketika kita sudah merasa puas maka di situlah titik awal dari kemunduran kita.

Narcissistic. Sifat narcissistic adalah sifat seseorang yang terkesima dengan prestasi yang dicapainya. Mereka terlalu berlebihan dalam menyikapi suatu kesuksesan, yang menjurus ke sikap takabur atau sombong.
Sifat sombong akan mengecilkan kemampuan orang lain, menganggap bahwa dirinya lebih hebat dari orang lain. Pada gilirannya sifat sombong akan membuat kita lengah dan tidak mawas diri. Orang dengan sikap seperti itu suatu saat akan tergelincir dan jatuh dari kesuksesannya akibat kesombongannya.

---ooo0ooo---

Terima kasih
dikutip dari komunitas secindo