A N G E L & D E M O N
Dalam
diri setiap manusia ada sisi baik dan sisi buruk. Setiap tindakan
adalah pilihan atas sisi baik atau buruk. Jika memilih sisi baik maka
tindakannya adalah
kebaikan, demikian pula sebaliknya.
Dalam
psikoanalisis Sigmund Freud mengajukan model stuktural jiwa yang
terdiri atas ego, id, dan super-ego. Id adalah kecenderungan naluriah
yang tidak terkoordinasi.
Dalam bahasa sehari-hari id merupakan kecenderungan naluriah yang
semaunya, sulit di atur, cenderung liar. Id bertindak sesuai dengan
prinsip kesenangan. Super-ego bekerja bertolak belakang dengan id.
Super-ego berjuang untuk bersikap sesuai dengan norma-norma
sosial. Super-ego mengontrol akal kita atas benar atau salah. Berbeda
dengan id, ego terkoordinasi. Ego bertindak sesuai dengan prinsip
realita. Id dan ego dapat dianalogikan sebagai kuda dan penunggangnya.
Ego mengendalikan id. Ego-lah yang memutuskan akan
mengikuti id atau super-ego. Jika ego mengikuti kecenderungan naluriah
id, maka tindakan kita cenderung mengikuti kesenangan semata. Sebaliknya
jika ego memihak super-ego maka tindakan kita akan menaati norma-norma
yang berlaku dalam masyarakat.
Dalam
keyakinan agama kita mengenal setan (demon) dan malaikat (angel). Setan
akan membujuk manusia untuk melakukan hal-hal yang tidak baik.
Sedangkan malaikat
adalah penolong manusia, yang mengingatkan manusia untuk melakukan
hal-hal yang baik. Dalam konteks Sang Pemenang, kami menggunakan istilah
A.N.G.E.L., yang akan mengarahkan Sang Pemenang untuk terus bergerak
maju menyusuri rute jalan kesuksesan. Sedangkan
D.E.M.O.N. adalah hal-hal yang negatif, yang tidak mendukung kesuksesan
bagi Sang Pemenang.
A.N.G.E.L.
A.N.G.E.L. adalah singkatan untuk alertness, no-compromise, generousity, enthusiasm, dan loyalty.
Alertness.
Alertness adalah kesadaran atau sensitivitas atas apa yang terjadi di
sekitar sehingga kita dapat mengenali kesempatan yang muncul dan
mengambil
langkah yang tepat dalam merespon kesempatan tersebut.
Ada
banyak kesempatan yang muncul di hadapan kita. Sebagian orang dapat
menyadari, mengambil, dan memanfaatkan kesempatan itu. Namun, lebih
banyak lagi yang
tidak dapat menyadari, melihat atau pun memanfaatkan kesempatan
tersebut. Mereka yang tidak dapat memanfaatkan kesempatan yang muncul
disebabkan oleh dua hal, yaitu tidak sigap dan tidak siap.
Tidak
sigap adalah kondisi di mana kesempatan itu muncul tapi orang itu tidak
menyadarinya sehingga kesempatan lewat di depan hidungnya dan berlalu
begitu saja.
Sedangkan tidak siap adalah kondisi di mana seseorang sadar bahwa di
depannya ada suatu kesempatan, namun karena dia tidak siap untuk
mengambil dan memanfaatkannya maka dia membiarkan kesempatan itu berlalu
begitu saja.
Jika kita mempelajari mereka yang sukses seringkali bermula dari suatu kesempatan.
Orang
umumnya menyebut kesempatan itu sebagai keberuntungan (luck) atau hoki.
Namun, kami lebih suka menyebutnya tindakan yang tepat pada waktu yang
tepat.
Keberuntungan adalah bertemunya usaha aktif kita dengan kesempatan.
Menyebut kesempatan yang secara tepat dimanfaatkan oleh seseorang
menjadi suatu kesuksesan sebagai suatu keberuntungan mengandung
pengertian pasif, yaitu “menerima begitu saja tanpa perlu
berusaha”. Dengan perspektif seperti itu Anda cenderung hanya menunggu
dan menunggu. Padahal, mencapai kesuksesan itu memerlukan suatu tindakan
aktif.
Agar
kita sigap dalam merespon kesempatan kita perlu memiliki kemampuan
beradaptasi dan menaruh perhatian (attentiveness) pada hal-hal kecil.
Sikap keterbukaan
dalam diri kita diperlukan untuk menerima berbagai perubahan yang
terjadi di dunia dan juga disekitar kita. Keterbukaan ini memberikan
kemudahan bagi diri kita untuk mengerti perubahan yang terjadi di
sekitar dan memanfaatkannya untuk meraih sukses. Menaruh
perhatian pada hal-hal yang terjadi di sekeliling akan membantu kita
mengenali kesempatan-kesempatan yang muncul. Untuk menjadi attentive,
diperlukan kemampuan untuk mengosongkan hal-hal lain dalam pikiran dan
memberikan ruang bagi hal-hal baru atau orang-orang
baru yang kita temui.
Kita dapat mencapai kondisi siap ketika kesempatan itu muncul jika kita
terus menerus berusaha meningkatkan kemampuan kita dalam hal tertentu
yang menjadi fokus kita, menyadari kelemahan yang ada pada diri kita
dan mengambil tindakan yang cepat untuk memperbaikinya.
No-compromise.
No compromise adalah sebuah pilihan dalam hidup, demikian juga
compromise. Diperlukan waktu dan proses yang panjang agar seseorang
terlatih bersikap
tanpa kompromi untuk menjadi Sang Pemenang. Tanpa kompromi berarti
melakukan apa pun yang diperlukan untuk mencapai garis finish, terus
menerus berusaha mengatasi setiap kesulitan, tantangan, dan
bentuk-bentuk lain kesengsaraan dan mencapai kondisi yang lebih
baik dari sebelumnya.
Menjadi
seorang yang tanpa kompromi memerlukan perhatian dan komitmen yang
tinggi setiap saat. Pemimpin-pemimpin yang tanpa kompromi dapat dilihat
dari pencapaiannya,
misalnya target penjualan yang selalu terlampaui, pengurangan biaya
operasional perusahaan, konsistensi dalam menjalankan kebijakan
perusahaan, kepuasan pelanggan dan karyawan yang tinggi, dan tentunya
juga laba perusahaan yang selalu baik.
Mereka ini biasanya adalah orang-orang yang fokus dan tajam, tahu
langkah-langkah apa yang harus diambil untuk mencapai tujuan dan juga
mengambil
langkah atau tindakan tersebut, penuh percaya diri dan perhatian yang
luar biasa terhadap hal-hal detil. Orang-orang yang tanpa kompromi
terlihat sangat action oriented dan mencapai apa yang ditargetkan secara
efisien. Sikap tanpa kompromi dapat menjadi budaya
yang sangat baik dan akan menuntun pada kesukesan.
Konsistensi
dalam menerapkan sikap tanpa kompromi adalah hal yang krusial. Kita
cenderung berkompromi dengan berbagai alasan yang dicari-cari. Laporan
dikirim
melewati deadline yang ditentukan dengan berbagai alasan, menerima
telepon pribadi saat pelanggan membutuhkan bantuan, target tidak dicapai
dengan berbagai alasan kondisi pasar dan konsumen, terlambat menghadiri
pertemuan yang disepakati tanpa memberikan informasi
adalah berbagai contoh sederhana bagaimana orang cenderung berkompromi
dalam hidup mereka sehari-hari.
Generosity.
Generosity adalah sikap positif untuk selalu berbagi. Berbagi ilmu,
berbagi apa yang dimiliki kepada orang lain yang memerlukannya, agar
orang lain
dapat menjalankan kehidupan yang lebih baik.
Sikap
generosity mungkin tidak mudah diaplikasikan karena sikap egoistik
untuk mengumpulkan semua hal hanya untuk diri sendiri. Kompetisi yang
ketat, membuat
banyak orang ketakutan bila berbagi terlalu banyak ilmu dan pengalaman
kepada orang lain. Ada ketakutan orang lain akan lebih hebat dari
dirinya. Sikap ini sangat kental kita lihat dalam lingkungan sekitar
kita. Kebanyakan orang tidak merasa bahagia bila orang
lain atau sahabat mereka meraih sukses yang lebih besar dari diri kita
sendiri. Hal ini menyebabkan orang bersikap tertutup.
Di
tempat kerja Anda mungkin menemukan seorang atasan yang kikir dalam
membagikan ilmu nya, bahkan kepada bawahan sendiri. Orang tersebut ingin
atasannya melihat
bahwa eksistensi dirinya begitu penting bagi perusahaan. Tanpa dia
perusahaan akan kesulitan, karena semua bawahannya selalu bergantung
pada dia. Namun, biasanya kita akan melihat orang tersebut akan stagnan
pada posisinya. Mengapa? Karena justru karena tidak
ada bawahan yang mampu menggantikannya maka dia harus terus di posisi
terakhirnya itu. Sesungguhnya, kesuksesan seorang pemimpin adalah jika
dapat mencetak pemimpin-pemimpin seperti dia atau bahkan lebih baik dari
dia sendiri.
Namun,
tidak sedikit juga kita melihat sikap generosity yang demikian luar
biasa dari sedikit orang-orang disekitar kita. Uang bukanlah hal utama
untuk kebahagiaan
dan kesuksesan dalam hidup. Mereka mengorbankan uang, waktu dan tenaga
untuk membantu sesama mendapatkan kesempatan untuk hidup yang lebih
baik.
Generosity
juga termasuk sikap yang terbuka untuk memberikan waktu menjadi mentor
bagi karyawan agar dapat meraih prestasi yang lebih baik dalam pekerjaan
mereka,
memberikan pujian bagi mereka yang meraih prestasi atau melakukan
pekerjaan dengan baik, berbagi informasi yang diperlukan oleh
rekan-rekan kerja atau pimpinan agar dapat mengambil keputusan dan
melakukan perencanaan secara lebih baik lagi. Sikap terbuka untuk
selalu berbagi biasanya akan berakhir dengan imbalan kebahagiaan yang
luar biasa bagi diri sendiri. Jika kita ingin memanen kebaikan maka yang
harus kita tabur adalah kebaikan. Jika kita ingin memanen kebahagian
maka taburlah kebahagiaan kepada banyak orang.
Dan kebaikan atau kebahagiaan yang ditabur akan kembali kepada kita
dalam jumlah yang berlipat-lipat.
Enthusiasm.
Enthusiasm berasal dari bahasa Yunani, yakni enthousiasmos. Kata
enthousiasmos ini adalah kata sifat dari kata entheos, yang berarti
“memiliki Tuhan
di dalam”. Sejak diadaptasi menjadi bahasa Inggris (enthusiasm) atau
bahasa Indonesia (antusiasme) kata ini tidak dikaitkan dengan agama atau
keyakinan. Bahkan dalam sehari-hari enthusiasm atau antusiasme sering
diartikan “mempunyai minat atau kesenangan terhadap
sesuatu, kegairahan yang kuat terhadap salah satu sebab atau subyek”.
Bisa disimpulkan dalam perasaan tergugah, bergairah oleh karena memiliki
semangat Tuhan di dalam diri kita, maka seseorang memiliki energi dan
motivasi yang penuh. Itulah modal dasar sebuah
antusiasme.
Antusiasme
sangat penting untuk menjadi sukses dan pemenang. Antusiasme memberikan
enerji, kekuatan, semangat yang luar biasa untuk meraih kesuksesan
dalam
apa pun yang ingin dicapai dalam hidup. Antusiasme sangat diperlukan
bila kita ingin meraih sebuah mimpi, mencapai tujuan dan target yang
kita inginkan, meraih kehidupan yang sukses dan bahagia. Kita boleh
memiliki ilmu, keahlian atau intelektualitas yang
sama, namun yang menentukan seseorang menjadi Sang Pemenang atau Sang
Pecundang adalah antusiasmenya.
Antusiasme
bagaikan sebuah magnet. Ia mampu menarik kita ke tujuan yang ingin kita
capai dan menciptakan kondisi yang positif yang memungkinkan kita
menjadi
seorang pemenang. Bila kita memiliki antusiasme, maka orang-orang di
sekitar pun dapat merasakan enerji yang positif dan dengan mudah mereka
akan memberikan dukungan terhadap upaya dan langkah-langkah kita. Sikap
ini memberikan kondisi yang positif dan kemudahan
untuk meraih tujuan yang ingin kita capai. Antusiasme menjadi bagian
dari emotional intelligence yang sangat penting untuk bagi kita untuk
menjadi Sang Pemenang.
Seseorang
akan memiliki antusiasme yang tinggi jika ada sesuatu yang patut
diperjuangkan, yaitu mimpinya. Mimpi akan menjadi sumber energi yang
menyulut antusiasme.
Selain itu antusiasme juga akan muncul jika seseorang mengerjakan apa
yang dicintainya (do what you love) atau melakukan apa yang menjadi
passion-nya.
Loyalty.
Loyalty adalah sikap dasar yang sangat penting untuk membangun fondasi
yang kuat menjadi Sang Pemenang. Sikap setia yang paling utama adalah
setia
pada diri sendiri, setia pada nilai-nilai hidup yang dijunjung sebagai
bentuk respek terhadap diri sendiri.
Setia
pada diri sendiri berarti nyaman terhadap kekuatan dan kelemahan diri.
Dalam hidup kita tidak lepas dari nilai-nilai yang kita yakini. Nilai
kebaikan,
integritas diri, konsistensi dalam tindakan dan perkataan, memegang
teguh komitmen, kejujuran, fairness atau keadilan dalam membuat
keputusan merupakan sikap pribadi yang harus selalu dijunjung setiap
saat. Untuk mampu menjunjung nilai-nilai ini, loyalitas
terhadap diri sendiri sangat diperlukan.
Kita
tak akan mampu setia pada orang lain, bila kita tidak setia pada diri
sendiri. Kesetiaan melahirkan kepercayaan orang lain kepada kita. Setia
pada orang-orang
terdekat dan yang kita sayangi, setia pada karyawan dan staff, setia
pada pekerjaan, setia pada pimpinan, setia pada komitmen yang telah
dibuat akan melahirkan rasa percaya yang tulus. Menumbuhkan rasa percaya
dari orang-orang disekitar kita sangat penting
karena rasa percaya mampu menggerakkan orang untuk mengambil tindakan
yang mendukung kita untuk meraih kesuksesan yang kita dambakan.
Kesetiaan
lahir dari suatu keyakinan. Keyakinan bahwa apa yang kita kerjakan
adalah sesuatu yang bermanfaat. Bermanfaat bagi diri sendiri, bagi
keluarga, bagi
orang tua, dan bagi lingkungan sekitar kita. Dan semua itu dilakukan
melalui pencapaian mimpi kita, visi hidup kita, tujuan hidup kita, dan
misi hidup kita di dunia ini.
D.E.M.O.N.
D.E.M.O.N. adalah singkatan untuk dependent, egotism, malevolent, obsolescent, dan narcissistic.
Dependent. Sifat dependent adalah sifat seseorang yang selalu bergantung pada orang lain, tidak punya inisiatif.
Ketika
seseorang selalu bergantung kepada orang lain maka sesungguhnya orang
itu telah menyerahkan kendali atas dirinya kepada orang lain. Sifat
dependent adalah
refleksi rasa tidak percaya kepada diri sendiri. Penyebab seseorang
tidak memiliki rasa percaya diri adalah karena merasa tidak punya
kemampuan, tidak mau mengambil resiko, dan kemalasan untuk meningkatkan
kemampuannya.
Sesungguhnya mereka yang dependent tidak benar-benar tidak memiliki
kemampuan. Sesungguhnya mereka bukan tidak mampu tetapi tidak mau. Tidak
mau mengubah situasi ketidakmampuannya. Mereka tidak mampu mengalahkan
dirinya sendiri, rasa malas untuk meningkatkan kemampuannya. Mereka
tidak mau mengambil resiko karena takut atas resiko buruk yang mungkin
terjadi.
Egotism.
Egotism adalah sifat mereka yang hanya memikirkan dirinya sendiri.
Bahkan untuk mencapai kesuksesan dia akan menghalalkan segala cara. Dia
hanya hidup
dalam dirinya sendiri, tidak peduli dengan orang lain.
Orang
seperti ini jika sukses akan lebih banyak menimbulkan masalah bagi
orang lain. Kesuksesan orang seperti ini tidak akan bertahan lama,
karena pada dasarnya
kesuksesan Sang Pemenang tidak terlepas dari dukungan orang-orang di
sekitar kehidupannya. Coba sebutkan satu saja orang yang sukses karena
upaya dirinya sendiri. Baik langsung atau tidak langsung pasti ada orang
lain yang mendukung kesuksesan seseorang. Egotism
adalah cerminan mereka yang memiliki emotional intelligence yang
rendah.
Malevolent.
Malevolent adalah suatu sifat seseorang yang senang membuat orang lain
susah. Orang ini punya karakter yang tidak baik, suka menjelek-jelekkan
orang
lain, mencapai kesuksesan dengan menjatuhkan orang lain. Kesuksesan
orang seperti itu juga tidak akan bertahan lama.
Mungkin di tempat kerja Anda menemukan seorang malevolent. Pada awalnya
Anda melihat karir orang tersebut bergerak cepat ke atas. Namun, pada
suatu titik Anda melihat karirnya kemudian menjadi stagnan. Mengapa?
Karena pada akhirnya atasannya tahu sifat orang tersebut. Ketika kita
menunjuk orang lain, ingatlah bahwa ke empat jari kita yang lain
menunjuk ke arah diri kita sendiri. Kesuksesan yang
dapat bertahan (sustainable) tidak dibangun di atas kesusahan/kejatuhan
orang lain.
Obsolescent.
Seringkali kita melihat orang-orang yang berpikir kuno, menolak
kemajuan jaman (teknologi, perubahan dalam masyarakat), yang sudah puas
dengan
kemampuannya dan tidak mau secara kontinyu meningkatkan kemampuannya.
Itulah mereka yang memiliki sifat obsolescent. Orang semacam itu cepat
atau lambat akan “membusuk”, mengalami atrofi (berhentinya pertumbuhan).
Kemampuannya menjadi obsolete tergerus kemajuan.
Obsolescent biasanya terjadi pada orang-orang berwawasan sempit, yang
disebut narrow-minded. Orang yang tidak siap dengan perubahan jaman
sehingga
hidup di dalam jamannya. Sesungguhnya kemajuan jaman tidak perlu
disikapi sebagai seorang musuh. Kemajuan jaman justru perlu disikapi
secara terbuka, sehingga kita dapat memanfaatkan kemajuan jaman itu
untuk meningkatkan kemampuan kita. Dan sesungguhnya ketika
kita sudah merasa puas maka di situlah titik awal dari kemunduran kita.
Narcissistic.
Sifat narcissistic adalah sifat seseorang yang terkesima dengan
prestasi yang dicapainya. Mereka terlalu berlebihan dalam menyikapi
suatu kesuksesan,
yang menjurus ke sikap takabur atau sombong.
Sifat
sombong akan mengecilkan kemampuan orang lain, menganggap bahwa dirinya
lebih hebat dari orang lain. Pada gilirannya sifat sombong akan membuat
kita lengah
dan tidak mawas diri. Orang dengan sikap seperti itu suatu saat akan
tergelincir dan jatuh dari kesuksesannya akibat kesombongannya.
---ooo0ooo---
Terima kasih
dikutip dari komunitas secindo